DUBAI–Standard Chartered berencana memperkenalkan sebuah produk syariah ke Asia yang dapat digunakan untuk melindungi nilai dari perubahan harga komoditas. Chief Executive Officer Standard Chareted Saadiq, Afaq Khan, mengatakan produk tersebut memungkinkan pembeli dan penjual sepakat pada harga yang tetap atau berubah-ubah.
Hal tersebut pun akan dapat membuat perusahaan terlindungi dari gejolak harga komoditi seperti gula, beras, tepung, dan minyak mentah. ”Tahun ini dorongan besar terjadi pada komoditas derivatif. Kami akan menawarkan produk //hedging ini ke negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia. Ketika ada permintaan cukup kami akan ke bank sentral untuk meminta persetujuan,” kata Khan, dikutip laman Bloomberg, Rabu (11/8).
Dua negara tersebut memiliki pasar potensial. Indonesia dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia dan Malaysia yang mempunyai pasar sukuk terbesar di level global. Asia terhitung memiliki porsi 68 persen dari total penerbitan sukuk 7,8 miliar dolar AS. Berdasar data Bloomberg, penjualan sekuritas secara global turun 28 persen tahun ini.
Sebelumnya Dana Moneter Internasional menyebutkan ekonomi di Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia, akan tumbuh 9,2 persen di tahun ini dibanding negara maju yang sebesar 2,6 persen dan perekonomian di Timur Tengah dengan 4,5 persen.
Komoditas derivatif syariah berbeda dari konvensional karena tidak dapat diperdagangkan atau digunakan sebagai investasi spekulatif. Barang yang mendasari pun harus ada di masa kini, tidak disertakan untuk pengiriman di masa mendatang. Derivatif adalah instrumen keuangan yang terkait dengan saham, obligasi, pinjaman, mata uang dan komoditas, atau hal yang berubah karena terkait perubahan cuaca.
Investor syariah cenderung menghindari kontrak tersebut karena hukum Islam melarang spekulasi dan pembayaran atau penerimaan bunga. ”Anda mencoba mengeluarkan risiko dari pasar dan tidak menggunakannya sebagai instrumen untuk berdagang atau membuat uang. Komoditas derivatif syariah adalah sebuah alat manajemen risiko, bukan alat spekulasi,” jelas Khan.
Sumber : Republika.co.id