Pemerintah mengharapkan sumbang saran dari berbagai pihak untuk memastikan dunia pekoperasian nasional masih membutuhkan tenaga atau sumber daya terampail berpendidikan sarjana strata 1, 2 maupun strata 3.
Agus Muharram, Deputi Bidang Pengembangan Sumberdaya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan apabila jawabannya SDM koperasi masih diperlukan, lalu bagaimana eksistensi lembaga perguruan tinggi Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) di Jatinangor, Jawa Barat.
”Saat ini saya kira mahasiswa-mahasiswi Ikopin semakin minim. Kalau masih diperlukan, lalu kemana pemuda Indonesia melanjutkan studinya,” ujar Agus Muharram kepada wartawan di Jakarta Selatan.
Oleh karena itu, seluruh pemerintah provinsi, kabupaten/kota diminta menyisihkan APBD untuk memberikan pendidikan kepada pemuda-pemudi daerahnya ke Ikopin, sebagai salah satu keberpihakan kepada gerakan koperasi Indonesia.
Tanpa dukungan tersebut, dunia perkoperasian yang membutuhkan tenaga profesional, mungkin akan stagnan. Sebab, tidak ada inovasi maupun kreativitas membangkitkan serta meningkatkan kontribusi gerakan ekonomi rakyat bagi pemerintah.
Menurut Agus Muharram, Ikopin masih bisa eksis hinga saat ini, karena dukungan dari beberapa pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang mengirim alumnus SLA ke pusat pendidikan perkoperasian di Jatinangor, berdampingan dengan kampus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN)/IPDN.
Sebelumnya pemerhati perkoperasian Indonesia, Soelarso, mengemukakan SDM koperasi Indonesia sebenarnya tidak harus melalui pendidikan formal. Bisa juga diberikan secara informal melalui pendidikan perkoperasian oleh manajerial koperasi terkait.
”Oleh karena itu koperasi harus mampu menunjukkan identitasnya sebagai gerakan atau pelaku ekonomi andal. Saat ini masih ada kecenderungan karyawan koperasi masih malu memperlihatkan identitasnya,” ujar Soelarso.
Ini disebabkan faktor gaji yang belum memadai dibandingkan dengan usaha swasta lain yang berada pada level sama. Bahkan, kata dia, gaji karyawan koperasi masih kerap ditemukan di bawah upah minimum regional (UMR).
Ditegaskan, Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia sekaligus pendiri, sejak awal menginginkan agar gaji karyawan koperasi berada di atas gaji karyawan swasta biasa, bukan perusahaan swasta konglomerat.
Sumber : PKES Interaktif