Kisah Sukses Mengusir Rentenir

BMTIni mungkin sepenggal kisah sukses “mengusir” rentenir lewat kehadiran Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Bermula dari gagasan Mursida Rambe, Ninawati, dan Nazny Yenny, kucuran dana awal dari Dompet Dhuafa Rp 1 juta menjadi cikal bakal upaya mereka menggerakkan ekonomi umat di sekitar Pasar Beringharjo dan sekitarnya.

Mereka pun membentuk BMT dengan nama Bina Dhuafa pada 31 Desember 1994. Kelak, nama BMT kemudian berubah menjadi BMT Beringharjo pada 2006.

Lantaran tak memiliki kantor dan peralatan kerja, ketiga personel meminjam Masjid Muttaqien di serambi Pasar Beringharjo Yogyakarta untuk pusat kegiatan BMT. Mesin ketik untuk kegiatan administrasi BMT, dipinjam dari seorang kawan. Untuk mencari calon nasabah BMT, Mursida kerap meminjam sepeda motor tua penjaga masjid.

“Dua tahun pertama benar-benar ibarat keringat darah kami mengelola modal awal dan mencari nasabah. Semua kebutuhan kantor didapat dari pinjaman,” kata Mursida.

Berkegiatan di pusat pasar tradisional di kota gudeg, membuat ketiga personel BMT ini akrab dengan kegiatan rentenir. Seakan tahu letak keunggulan rentenir yang mampu menyediakan dana cepat bagi pedagang yang membutuhkan, mereka pun mulai “bertarung” dengan para rentenir pasar dalam memberikan modal kepada para pedagang kecil.

Perlahan tapi pasti, BMT Beringharjo mampu meraih perhatian para pedagang di Pasar Beringharjo. Perputaran uang yang cepat dengan potensi transaksi keuangan yang luar biasa, membuat kerja sama antara para pedagang Pasar Beringhardjo dan BMT ibarat sinergi kendaraan dengan bahan bakarnya. Masing-masing saling mengandalkan yang lainnya agar menjaga kendaraan tetap jalan.

Roda sejarah BMT Beringharjo pun terus berjalan dengan lebih banyak menorehkan tinta kesuksesan. Tak hanya “menguasai” pada pedagang Pasar Beringhardjo, BMT pun menjadi mitra utama para pedagang kecil di Malioboro. Lebih dari 82 persen pedagang kecil Malioboro adalah penerima manfaat pinjaman modal dari BMT Beringharjo.

Kini, BMT Beringharjo sudah menjelma menjadi BMT terbesar di Yogyakarta dengan status legalitas operasional mencakup wilayah nasional. Tak hanya di Yogyakarta, operasional BMT Beringharjo sudah merambah tiga provinsi di sekeliling DIY.

Sampai November 2010, selain kantor pusat di Yogyakarta, BMT Beringharjo sudah memiliki 11 kantor cabang yang meliputi tiga cabang di Yogyakarta, satu cabang di Bandung-Jawa Barat, satu cabang di Semarang-Jawa Tengah, dan enam cabang di Jawa Timur (Ponorogo, Madiun, Caruban, Kediri, Ngawi, dan Nganjuk). “Kami berencana melengkapi cabang menjadi 20 unit sampai 2015 mendatang,” papar Mursida.

Kini BMT Beringharjo memiliki 112 karyawan dengan nilai aset menembus angka Rp 50 miliar. Penerima manfaat pinjaman BMT ini pun sudah melebihi angka 20 ribu orang. BMT Beringharjo kini menjelma sebagai salah satu BMT nasional dengan kategori keuangan sehat dengan beragam penghargaan membanggakan dari sejumlah lembaga sosial.

Meski dilingkupi keberhasilan, ketiga pendiri awal BMT tetap berpegang pada prinsip man jadda wa jadda (siapa yang bersungguh-sungguh ia akan mendapatkannya). “Karena kami yakin, tidak ada yang tak bisa diraih dalam hidup ini. Selama bersungguh-sungguh dan niat baik, pasti bisa,” kata Mursida.

Sumber : Republika

One comment on “Kisah Sukses Mengusir Rentenir

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Loading Facebook Comments ...